About Me
- Fatahimdul
- Istanbul, Istanbul, Türkiye
- Manusia Biasa Yang ingin menjadi seseorang yang berguna bagi Umat dan Agama
Rabu, 12 Oktober 2011
MIGAS Indonesia Bermasalah
Dengan mengikuti perkembangan MIGAS INDONESIA dari tahun ketahun saya sedikit dan bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi dengan MIGAS INDONESIA.
Minyak dan Gas bumi di Indonesia tidak bisa di pungkiri adalah sebuah sumber pendapatan devisa bagi negara yang saya perkirakan cadangan gas buminya (TSCF) mencapai 157.14 TSCF Kendati menjadi sumber devisa negara, pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia masih sarat masalah dan kurang dan tidak adanya pengembangan teknologi dari Teknologi Perminyakan dan Gas bumi ini. Tumpang tindih wewenang dan adanya upaya pengerdilan Pertamina serta lemahnya posisi tawar pemerintah, menjadikan migas Indonesia hanya indah secara nama tanpa bisa memberikan manfaat besar bagi rakyat.
Ekonom dari Econit, Hendri Saparini, ketika berbicara pada seminar bertajuk Eksistensi Kelembagaan dalam Pengelolaan Migas di Jakarta, Rabu (21/7), mengatakan tumpang tindih wewenang dan pembagian regulasi yang kurang tepat itu membuat badan-badan pengelola migas tak efisien dalam bekerja.
Menurut Hendri, selain tumpang tindih wewenang, yang membuat pengelolaan migas buruk adalah adanya upaya pengerdilan Pertamina. Pengerdilan BUMN itu, katanya, terjadi karena pemerintah tak punya kekuasaan dalam menentukan pengelolaan migas akibat bergantung pada kontraktor.
“Seharusnya pemerintah bisa bersikap tegas dalam menentukan pengelolaan migas jangan sampai dikendalikan oleh kontraktor. Pertamina juga harus didukung dari segi keuangan dan teknologi agar bisa maju seperti Petronas,” tegasnya.
jika eksistensi Pertamina semakin dikerdilkan, maka eksistensinya hanya akan semakin merosot sehingga mempengaruhi pengelolaan migas tanah air. Dengan memberdayakan dan memperkuat badan pengelola migas domestik maka Indonesia akan bisa mengelola migas dengan baik dan hasilnya akan bisa dirasakan oleh rakyat. Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha, tumpang tindihnya birokrasi kewenangan terlihat dari masih adanya sebagian regulasi yang berada di BP Migas dan sebagian lainnya di Dirjen Migas
masalah yang timbul berkutnya adalah masalah NATUNA
sumber yang saya dapat dari radio nederland (belanda) dalam wawancara dan tulisan di sana mengatakan
bahwa : RI Tak Pernah Terima Hasil Minyak Natuna kalau orang sekarang sibuk membahas soal pengelolaan dan pembagian hasil dari Blok Cepu, bagaimana pengilangan minyak di Natuna? Selama duabelas tahun terakhir, Indonesia tak memperoleh sepeserpun hasil eksplorasi gas di kepulauan Natuna, Riau. Pemasukan yang diterima pemerintah hanyalah berasal dari pajak. Bagaimana ini bisa terjadi? bagaimana mungkin pemerintah hanya kebagian pajak saja kalau di katakan demikian hanya kebagian pajak ini sesuatu yang tidak masuk akal bahkan banyak kegelisahan -kegelisahan itu awalnya dilontarkan anggota DPR dari (kalau tidak salah ingat) yaitu fraksi Partai Amanat Nasional dan namanya kalau tidak salah Alvin Lie. Dalam rapat kerja dengan pemerintah tahun lalu, Alvin Lie mengungkapkan, sejak dua belas tahun terakhir, Indonesia tak memperoleh sepeserpun bagi hasil eksplorasi gas di Natuna, dari Exxon Mobil. ini membuktukan bahwa kekayaan kita di rampok
Alvin Lie: "Ternyata blok natuna penghasil gas di Indonesia sejak tahun 1994 dikelola Exxon dengan basic agreement seharusnya berakhir januari 2005. Dengan pola bagi hasil Indonesia 0 Exxon 100 %. Data ini sahih karena keluar dari mulut kepala BP Migas sendiri."
coba anda bayangkan pembagian hasil minyak NATUNA antara exxon dan indonesia
indonesia 0 dan exxon 100%, indonesia kebagian pajak saja
Informasi ini dibenarkan Kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi, Kardaya Warnika. Ia menjelaskan, Blok Natuna sejak tahun 1980-an dikelola oleh perusahaan Esso yang kini berubah menjadi Exxon. Pada saat itu pemerintah masih mendapatkan hasil dari pengelolaan Blok Natuna. Tetapi sejak tahun 1994, Esso dan Pertamina mengubah kontrak dengan penguasaan sepenuhnya oleh Esso nama (sekarang exxon). Sementara pemerintah pusat hanya kebagian pajak saja.
saya mengutip omongan oak Kardaya Warnika bahwa dia mengatakan: "dari pembagian hasil itu indonesia tidak mendapatkan apa apa Lalu setelah itu kontrak itu disetujui dengan suatu kontrak yang diberi judul basic agreement. Antara pertaminan dengan Esso. ExxonMobil saat itu bernama Esso. Di dalam basic agreement itulah diatur pembagiannya. Apa yang saya baca dalam kontrak itu begitu. Kita hanya mendapatkan dari pajak. Tidak betul bahwa kondisi itu mulainya dari 2004 tapi dari tahun 1994. Pada waktu Basic Agreement ditandatangani. Jadi tidak betul split itu tahun 2004, tapi sejak tahun 1994."
Bagi hasil dengan Riau
Kalau Jakarta kebagian pajak, tidak demikian halnya dengan Riau. Pemerintah provinsi Riau, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan ladang gas ini. Bagi hasil Exxon dengan pemerintah Riau ini baru berhenti saat kabupaten Natuna memilih masuk dalam provinsi baru Kepulauan Riau, yang terbentuk tahun lalu.
Juru bicara Pemerintah Provinsi Riau, Zulkarnaen: "Natuna juga dapat dana bagi hasil minyak di sana, atau gas di sana. (untuk natuna seberapa besar bagi hasilnya?) ya itu ..saya kurang anu..kalau angka tuh kurang hafal. Yang jelas kalo itu mengacu pada undang-undang itu pasti dapat pak. Pasti dapat. (Nah sejak tahun 2004, pemda Riau masih dapat bagi hasil dari Exxon?) masih, masih pak, masih. 2004, 2005 sekarang yang baru kita serahkan juga masih dapat dari dana bagi hasil minyak. Tapi kalau yang Natuna saya gak tau lagi pak. Karena sudah pisah sama kita."
massya ALLAH perkataan di atas sungguh menarik hati saya untuk membahas hal ini lebih jauh
bagaimana nasib masyarakat di situ kesejahteraan mereka pasti juga dalam kendala
dan pada perkataan di atas pak Zulkarnaen menambahkan, dana bagi hasil pengelolaan ladang gas Natuna baru bisa dinikmati sejak tahun 1999. Sebelum undang-undang otonomi daerah diberlakukan, pemprov Riau, kata Zulkarnaen hanya kebagian tak lebih dari satu persen( 1%)
Kontraknya sangat aneh
Sementara Pengamat Perminyakan Kurtubi menilai kontrak yang diberlakukan di ladang gas Natuna ini sangat aneh. Dalam sejarahnya, tidak pernah ada model macam itu dalam eksplorasi migas. Lazimnya, eksplorasi gas alam cair oleh kontraktor asing harus melalui bagi hasil dengan pemerintah. Biasanya pemerintah mendapat bagian 60 persen, sementara 40 persen menjadi hak kontraktor asing tapi dalam hal ini indonesia mendapatkan hasil dari pajak saja
bisa saya perkirakan tidak adanya bagi hasil 0 dan 100% untuk exxon
menurut pemahaman saya sendiri dalam hal migas tidak mungkin pemerintah hanya dapat pajak saja. yang ada contract production sharing di mana kontraktor itu mengeluarkan biaya untuk mencari dan memproduksikan gas, nanti setelah berproduksi biaya-biaya tersebut di cover dalam pola post recovery persisnya dibagi antara kontraktor dengan pemerintah. Nah aneh kalau pemerintah cuma dapat pajak saja.
mencoba mengingat ingatan saya di tahun 2008
saya juga masih ingat di PEKANBARU Niat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di sektor Minyak Bumi dan Gas (Migas), segera terealisasi, menyusul KPK bersama dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) terus memproses pembentukan Tim Teknis Pengelola Migas.
“KPK akan membidik dugaan kesalahan mekanisme dan penghitungan dalam produksi minyak dan gas atau lifting yang sudah terjual,” ujar Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Bibit Samad Riyanto dalam lokakarya antikorupsi bagi para jurnalis di Pekanbaru, Riau, Rabu (16/7). tapi ketika masalah terjadi di dalam KPK yg melibatkan bibit dan candra maka hal ini tidak saya dengar lagi ada apa di balik ini HANYA TUHAN YANG TAU
trus baru baru ini Riau di kejutkan dengan Kelangkaan BBM terjadi di sejumlah Kabupaten di Provinsi Riau
premium sangat langkah di pekan baru ''kata salah satu teman saya di sana''
dan dalam hal ini pasti para pengecer bertindak sebagai raja para pengecer tidak segan-segann mematok harga selangit untuk meraup keuntungan lebih besar. Premium yang biasanya dijual RP4.500 perliter ditangan para pengecer harganya bisa melambung mencapai Rp20 ribu per liternya.
dan tidak salah lagi Pertamina langsung mengambil sikap Pertamina meminta maaf kepada masyarakat Riau yang mengalami kelangkaan BBM sejak empat hari terakhir. Penyebab keterlambatan pasokan akibat pengetatan quality control BBM jenis premium.
"Kami menyampaikan permohonan maaf kepada konsumen di Pekanbaru dan sekitarnya atas keterlambatan pasokan premium," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun lewat rilis yang diterima detikcom, Minggu (6/3/2011).
dan kabar terakhir per 18/3/2011 bahwa pertamina kalimantan membutuhkan minyak impor Sales Area Manager Pertamina Kalimantan Barat Ibnu Chouldum menyatakan, impor bahan bakar minyak (BBM) merupakan kebijakan pemerintah pusat, terkait masih kurangnya kuota BBM subsidi di provinsi itu.
"Kami tidak berwenang untuk melakukan kebijakan impor BBM karena kewenangan pemerintah pusat," kata Ibnu Choldum di Pontianak, Jumat (18/3/2011).
Ia menjelaskan, setiap tahun pihaknya selalu mengajukan penambahan kuota BBM subsidi untuk mengimbangi laju pertumbuhan kendaraan bermotor di Kalbar. "Tetapi kewenangan pusat untuk menentukan besaran kuota BBM di Kalbar," katanya.
Kuota BBM bersubsidi jenis premium di Provinsi Kalbar 2010 sekitar 385 ribu kiloliter/tahun atau naik lima persen pada 2011 menjadi sekitar 404 ribu kiloliter/tahun
hal ini sudah berlangsung terus menerus sampaidi kata maafpun sudah banyak di keluarkan dari hati masyarakat
kalau terus menerus minta maaf tapi terus saja mengulangi hal yang sama. sekian ...
fatah imdul umasugi
Minyak dan Gas bumi di Indonesia tidak bisa di pungkiri adalah sebuah sumber pendapatan devisa bagi negara yang saya perkirakan cadangan gas buminya (TSCF) mencapai 157.14 TSCF Kendati menjadi sumber devisa negara, pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia masih sarat masalah dan kurang dan tidak adanya pengembangan teknologi dari Teknologi Perminyakan dan Gas bumi ini. Tumpang tindih wewenang dan adanya upaya pengerdilan Pertamina serta lemahnya posisi tawar pemerintah, menjadikan migas Indonesia hanya indah secara nama tanpa bisa memberikan manfaat besar bagi rakyat.
Ekonom dari Econit, Hendri Saparini, ketika berbicara pada seminar bertajuk Eksistensi Kelembagaan dalam Pengelolaan Migas di Jakarta, Rabu (21/7), mengatakan tumpang tindih wewenang dan pembagian regulasi yang kurang tepat itu membuat badan-badan pengelola migas tak efisien dalam bekerja.
Menurut Hendri, selain tumpang tindih wewenang, yang membuat pengelolaan migas buruk adalah adanya upaya pengerdilan Pertamina. Pengerdilan BUMN itu, katanya, terjadi karena pemerintah tak punya kekuasaan dalam menentukan pengelolaan migas akibat bergantung pada kontraktor.
“Seharusnya pemerintah bisa bersikap tegas dalam menentukan pengelolaan migas jangan sampai dikendalikan oleh kontraktor. Pertamina juga harus didukung dari segi keuangan dan teknologi agar bisa maju seperti Petronas,” tegasnya.
jika eksistensi Pertamina semakin dikerdilkan, maka eksistensinya hanya akan semakin merosot sehingga mempengaruhi pengelolaan migas tanah air. Dengan memberdayakan dan memperkuat badan pengelola migas domestik maka Indonesia akan bisa mengelola migas dengan baik dan hasilnya akan bisa dirasakan oleh rakyat. Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha, tumpang tindihnya birokrasi kewenangan terlihat dari masih adanya sebagian regulasi yang berada di BP Migas dan sebagian lainnya di Dirjen Migas
masalah yang timbul berkutnya adalah masalah NATUNA
sumber yang saya dapat dari radio nederland (belanda) dalam wawancara dan tulisan di sana mengatakan
bahwa : RI Tak Pernah Terima Hasil Minyak Natuna kalau orang sekarang sibuk membahas soal pengelolaan dan pembagian hasil dari Blok Cepu, bagaimana pengilangan minyak di Natuna? Selama duabelas tahun terakhir, Indonesia tak memperoleh sepeserpun hasil eksplorasi gas di kepulauan Natuna, Riau. Pemasukan yang diterima pemerintah hanyalah berasal dari pajak. Bagaimana ini bisa terjadi? bagaimana mungkin pemerintah hanya kebagian pajak saja kalau di katakan demikian hanya kebagian pajak ini sesuatu yang tidak masuk akal bahkan banyak kegelisahan -kegelisahan itu awalnya dilontarkan anggota DPR dari (kalau tidak salah ingat) yaitu fraksi Partai Amanat Nasional dan namanya kalau tidak salah Alvin Lie. Dalam rapat kerja dengan pemerintah tahun lalu, Alvin Lie mengungkapkan, sejak dua belas tahun terakhir, Indonesia tak memperoleh sepeserpun bagi hasil eksplorasi gas di Natuna, dari Exxon Mobil. ini membuktukan bahwa kekayaan kita di rampok
Alvin Lie: "Ternyata blok natuna penghasil gas di Indonesia sejak tahun 1994 dikelola Exxon dengan basic agreement seharusnya berakhir januari 2005. Dengan pola bagi hasil Indonesia 0 Exxon 100 %. Data ini sahih karena keluar dari mulut kepala BP Migas sendiri."
coba anda bayangkan pembagian hasil minyak NATUNA antara exxon dan indonesia
indonesia 0 dan exxon 100%, indonesia kebagian pajak saja
Informasi ini dibenarkan Kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi, Kardaya Warnika. Ia menjelaskan, Blok Natuna sejak tahun 1980-an dikelola oleh perusahaan Esso yang kini berubah menjadi Exxon. Pada saat itu pemerintah masih mendapatkan hasil dari pengelolaan Blok Natuna. Tetapi sejak tahun 1994, Esso dan Pertamina mengubah kontrak dengan penguasaan sepenuhnya oleh Esso nama (sekarang exxon). Sementara pemerintah pusat hanya kebagian pajak saja.
saya mengutip omongan oak Kardaya Warnika bahwa dia mengatakan: "dari pembagian hasil itu indonesia tidak mendapatkan apa apa Lalu setelah itu kontrak itu disetujui dengan suatu kontrak yang diberi judul basic agreement. Antara pertaminan dengan Esso. ExxonMobil saat itu bernama Esso. Di dalam basic agreement itulah diatur pembagiannya. Apa yang saya baca dalam kontrak itu begitu. Kita hanya mendapatkan dari pajak. Tidak betul bahwa kondisi itu mulainya dari 2004 tapi dari tahun 1994. Pada waktu Basic Agreement ditandatangani. Jadi tidak betul split itu tahun 2004, tapi sejak tahun 1994."
Bagi hasil dengan Riau
Kalau Jakarta kebagian pajak, tidak demikian halnya dengan Riau. Pemerintah provinsi Riau, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan ladang gas ini. Bagi hasil Exxon dengan pemerintah Riau ini baru berhenti saat kabupaten Natuna memilih masuk dalam provinsi baru Kepulauan Riau, yang terbentuk tahun lalu.
Juru bicara Pemerintah Provinsi Riau, Zulkarnaen: "Natuna juga dapat dana bagi hasil minyak di sana, atau gas di sana. (untuk natuna seberapa besar bagi hasilnya?) ya itu ..saya kurang anu..kalau angka tuh kurang hafal. Yang jelas kalo itu mengacu pada undang-undang itu pasti dapat pak. Pasti dapat. (Nah sejak tahun 2004, pemda Riau masih dapat bagi hasil dari Exxon?) masih, masih pak, masih. 2004, 2005 sekarang yang baru kita serahkan juga masih dapat dari dana bagi hasil minyak. Tapi kalau yang Natuna saya gak tau lagi pak. Karena sudah pisah sama kita."
massya ALLAH perkataan di atas sungguh menarik hati saya untuk membahas hal ini lebih jauh
bagaimana nasib masyarakat di situ kesejahteraan mereka pasti juga dalam kendala
dan pada perkataan di atas pak Zulkarnaen menambahkan, dana bagi hasil pengelolaan ladang gas Natuna baru bisa dinikmati sejak tahun 1999. Sebelum undang-undang otonomi daerah diberlakukan, pemprov Riau, kata Zulkarnaen hanya kebagian tak lebih dari satu persen( 1%)
Kontraknya sangat aneh
Sementara Pengamat Perminyakan Kurtubi menilai kontrak yang diberlakukan di ladang gas Natuna ini sangat aneh. Dalam sejarahnya, tidak pernah ada model macam itu dalam eksplorasi migas. Lazimnya, eksplorasi gas alam cair oleh kontraktor asing harus melalui bagi hasil dengan pemerintah. Biasanya pemerintah mendapat bagian 60 persen, sementara 40 persen menjadi hak kontraktor asing tapi dalam hal ini indonesia mendapatkan hasil dari pajak saja
bisa saya perkirakan tidak adanya bagi hasil 0 dan 100% untuk exxon
menurut pemahaman saya sendiri dalam hal migas tidak mungkin pemerintah hanya dapat pajak saja. yang ada contract production sharing di mana kontraktor itu mengeluarkan biaya untuk mencari dan memproduksikan gas, nanti setelah berproduksi biaya-biaya tersebut di cover dalam pola post recovery persisnya dibagi antara kontraktor dengan pemerintah. Nah aneh kalau pemerintah cuma dapat pajak saja.
mencoba mengingat ingatan saya di tahun 2008
saya juga masih ingat di PEKANBARU Niat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di sektor Minyak Bumi dan Gas (Migas), segera terealisasi, menyusul KPK bersama dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) terus memproses pembentukan Tim Teknis Pengelola Migas.
“KPK akan membidik dugaan kesalahan mekanisme dan penghitungan dalam produksi minyak dan gas atau lifting yang sudah terjual,” ujar Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Bibit Samad Riyanto dalam lokakarya antikorupsi bagi para jurnalis di Pekanbaru, Riau, Rabu (16/7). tapi ketika masalah terjadi di dalam KPK yg melibatkan bibit dan candra maka hal ini tidak saya dengar lagi ada apa di balik ini HANYA TUHAN YANG TAU
trus baru baru ini Riau di kejutkan dengan Kelangkaan BBM terjadi di sejumlah Kabupaten di Provinsi Riau
premium sangat langkah di pekan baru ''kata salah satu teman saya di sana''
dan dalam hal ini pasti para pengecer bertindak sebagai raja para pengecer tidak segan-segann mematok harga selangit untuk meraup keuntungan lebih besar. Premium yang biasanya dijual RP4.500 perliter ditangan para pengecer harganya bisa melambung mencapai Rp20 ribu per liternya.
dan tidak salah lagi Pertamina langsung mengambil sikap Pertamina meminta maaf kepada masyarakat Riau yang mengalami kelangkaan BBM sejak empat hari terakhir. Penyebab keterlambatan pasokan akibat pengetatan quality control BBM jenis premium.
"Kami menyampaikan permohonan maaf kepada konsumen di Pekanbaru dan sekitarnya atas keterlambatan pasokan premium," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun lewat rilis yang diterima detikcom, Minggu (6/3/2011).
dan kabar terakhir per 18/3/2011 bahwa pertamina kalimantan membutuhkan minyak impor Sales Area Manager Pertamina Kalimantan Barat Ibnu Chouldum menyatakan, impor bahan bakar minyak (BBM) merupakan kebijakan pemerintah pusat, terkait masih kurangnya kuota BBM subsidi di provinsi itu.
"Kami tidak berwenang untuk melakukan kebijakan impor BBM karena kewenangan pemerintah pusat," kata Ibnu Choldum di Pontianak, Jumat (18/3/2011).
Ia menjelaskan, setiap tahun pihaknya selalu mengajukan penambahan kuota BBM subsidi untuk mengimbangi laju pertumbuhan kendaraan bermotor di Kalbar. "Tetapi kewenangan pusat untuk menentukan besaran kuota BBM di Kalbar," katanya.
Kuota BBM bersubsidi jenis premium di Provinsi Kalbar 2010 sekitar 385 ribu kiloliter/tahun atau naik lima persen pada 2011 menjadi sekitar 404 ribu kiloliter/tahun
hal ini sudah berlangsung terus menerus sampaidi kata maafpun sudah banyak di keluarkan dari hati masyarakat
kalau terus menerus minta maaf tapi terus saja mengulangi hal yang sama. sekian ...
fatah imdul umasugi
Jumat, 23 September 2011
PT Freeport Menguntungkan atau Malah Merugikan
PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg.
Dahulu di tengah masyarakat ada mitologi menyangkut manusia sejati, yang berasal dari sebuah Ibu, yang menjadi setelah kematiannya berubah menjadi tanah yang membentang sepanjang daerah Amungsal (Tanah Amugme), daerah ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat, sehingga secara adat tidak diizinkan untuk dimasuki.
Sejak tahun 1971, Freeport Indonesia, masuk ke daerah keramat ini, dan membuka tambang Erstberg. Sejak tahun 1971 itulah warga suku Amugme dipindahkan ke luar dari wilayah mereka ke wilayah kaki pegunungan.
Tambang Erstberg ini habis open-pit-nya pada 1989, dilanjutkan dengan penambangan pada wilayah Grasberg dengan izin produksi yang dikeluarkan Mentamben Ginandjar Kartasasmita pada 1996. Dalam izin ini, tercantum pada AMDAL produksi yang diizinkan adalah 300 ribu /ton/hari
Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Tambang Grasberg adalah tambang emas terbesar di dunia dan dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia ini berada di negara tercinta Indonesia. Tambang ini terletak di provinsi Papua di Indonesia dekat latitude -4,053 dan longitude 137,116, dan dimiliki oleh Freeport yang berbasis di AS(67.3%), Rio Tinto Group (13%), Pemerintah Indonesia (9.3%) dan PT Indocopper Investama Corporation (9%). Operator tambang ini adalah PT Freeport Indonesia (anak perusahaan dari Freeport McMoran Copper and Gold). Biaya membangun tambang di atas gunung sebesar 3 miliar dolar AS. Pada 2004, tambang ini diperkirakan memiliki cadangan 46 juta ons emas. Pada 2006 produksinya adalah 610.800 ton tembaga; 58.474.392 gram emas; dan 174.458.971 gram perak,
bisa anda liat dengan jelas bahwa Pemerintah Indonesia mendapatkan penghasilan yang sangat sedikit dari operasi perusahaan ini padahal yang punya tanah dan tempat itu adalah orang papua perlu anda ketahui bahwa Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport Indonesia sangat tergantung padanya keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992–2004. Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar. dalam kisah pembagian hasil dari PT freeport kepada indonesia Seorang Putra Papua Sony Keraf dan Freddy Numberi mendesak agar 20 % saham diberi kepada kerajaan tempatan. Sebaliknya Alwi Shihab dan Susilo Bambang Yudhoyono tidak mahu kontrak sedia yang ada itu diubah-ubah demi menagih dan mencari kepercayaan pelabur asing.
Ada sekolompok politik dan pemerintah yang ingin Freeport ini di BUMNkan atau di tarik menjadi milik negara banyak yang setuju dengan hal ini masyarakatpun di iming imingkan dengan kesejahteraan yang berlimpah ......taukah anda orang -orang seperti ini memanfaatkan situasi dan kondisi kalau mungkin freeport di nasionalisasikan.
Lebih jauh lagi. jika masalah freeport ini tidak bisa teratasi lantas ada pemerintah yang ingin menasionalisasikan Freeport ini atau dengan nama lain DI BUMNkan untuk dengan jaminan kesejahteraan masyarakat itu pemikiran yang sangat bagus yaa sangat bagus untuk memakan uang rakyat atau uang dari freeport ini, mengapa.....karena Menasionalisasi Freeport jelas tidak menyelesaikan masalah. Kita tidak tahu, akan di-oper-kan ke siapa lagi Freeport bila dinasionalisasi. Bisa jadi cuma akan berputar-putar di antara kroni-kroni politisi. Kendati nilai Freeport kecil untuk ukuran Indonesia -- tetapi angka itu cukup besar untuk membiayai politik kotor, dan merusak tatanan politik kita.
dan kita bisa liat di negara negara lain jika pemilu atau sebuah pencalonan maka politikus politikus menyerang sasaran BUMN ini layaknya si tikus mendapatkan daging segar dan minta setoran
jika Freeport ini di nasionalisasikann, maka akan terjadi. Jargon "demi kemakmuran nasional" hanyalah omong kosong. Mengapa? Karena duit Rp. 25 Trilyun (laba tahunan Freeport McMoran) kalau dibagi ke seluruh penduduk Indonesia -- masing-masing cuma akan kebagian Rp. 100 ribu setahun - atau kira-kira 300 perak per hari per orang...! Apa orang se-Indonesia bisa makmur dengan angka segitu...? Bayar pemakaian WC Umum saja nggak cukup!
(dan kalau kita ikut menghitung pendapatan dari Indonesia yang cuma sekitar 12% dari pendapatan Freeport McMoran -- silahkan anda hitung sendiri berapa laba Freeport kalau di-BUMN-kan...)
sekalipun 25 trilyun tidak cukup untuk memakmurkan rakyat Indonesia
PT Freeport menimbulkan kejahatan ekologi, tragedi kemanusiaan dan penjajahan ekonomi bangsa, kita sudah jelas melihat kerugian rakyat Indonesia khususnya Rakyat Papua yang hanya bisa melihat tanahnya di garap ...coba saja lahan tanah anda di garap di cocok tanah sedangkan ada ingin untuk bisa tinggal damai sejahtera dll ....anda hanya bisa melihat melotot kadang kadang senyum dengan kemarahan bercampur. pada bulan july 2009 terjadi kekerasan di Papua akibat ketidakadilan PT Freeport dengan rakyat Papua
selaiin dari itu pencemaran lingkungan yang terjadi di Papua akiibat aktivitas freeport ini membuat rakyat papua semakin marah Surat-surat dan dokumen-dokumen lain yang diberikan kepada New York Times oleh para pejabat pemerintah menunjukkan, Kementerian Lingkungan Hidup telah berkali-kali memperingatkan perusahaan ini sejak tahun 1997, Freeport melanggar peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Menurut perhitungan Freeport sendiri, penambangan mereka dapat menghasilkan limbah/bahan buangan sebesar kira-kira 6 miliar ton (lebih dari dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama). Kebanyakan dari limbah itu dibuang di pegunungan di sekitar lokasi pertambangan, atau ke sistem sungai-sungai yang mengalir turun ke dataran rendah basah, yang dekat dengan Taman Nasional Lorentz, sebuah hutan hujan tropis yang telah diberikan status khusus oleh PBB.tempat galian itu menggunakan tenaga 700,000 tan sehari dan menimbulkan masalah pencemaran alam sekitar. Habuk-habuk dari aktiviti perlombongan menjejaskan kawasan ketinggian 9000 kaki dan seluas 8 km persegi. Pencemaran ini masuk ke dalam Sungai Aikwa. Kawasan rendah seluas 233 km² tercemar dengan pelbagai sedimen / mendakan dan ikan di sungai musnah. Perubahan cuaca amat di kawasan ini kelihatan nyata.
Dahulu di tengah masyarakat ada mitologi menyangkut manusia sejati, yang berasal dari sebuah Ibu, yang menjadi setelah kematiannya berubah menjadi tanah yang membentang sepanjang daerah Amungsal (Tanah Amugme), daerah ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat, sehingga secara adat tidak diizinkan untuk dimasuki.
Sejak tahun 1971, Freeport Indonesia, masuk ke daerah keramat ini, dan membuka tambang Erstberg. Sejak tahun 1971 itulah warga suku Amugme dipindahkan ke luar dari wilayah mereka ke wilayah kaki pegunungan.
Tambang Erstberg ini habis open-pit-nya pada 1989, dilanjutkan dengan penambangan pada wilayah Grasberg dengan izin produksi yang dikeluarkan Mentamben Ginandjar Kartasasmita pada 1996. Dalam izin ini, tercantum pada AMDAL produksi yang diizinkan adalah 300 ribu /ton/hari
Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Tambang Grasberg adalah tambang emas terbesar di dunia dan dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia ini berada di negara tercinta Indonesia. Tambang ini terletak di provinsi Papua di Indonesia dekat latitude -4,053 dan longitude 137,116, dan dimiliki oleh Freeport yang berbasis di AS(67.3%), Rio Tinto Group (13%), Pemerintah Indonesia (9.3%) dan PT Indocopper Investama Corporation (9%). Operator tambang ini adalah PT Freeport Indonesia (anak perusahaan dari Freeport McMoran Copper and Gold). Biaya membangun tambang di atas gunung sebesar 3 miliar dolar AS. Pada 2004, tambang ini diperkirakan memiliki cadangan 46 juta ons emas. Pada 2006 produksinya adalah 610.800 ton tembaga; 58.474.392 gram emas; dan 174.458.971 gram perak,
bisa anda liat dengan jelas bahwa Pemerintah Indonesia mendapatkan penghasilan yang sangat sedikit dari operasi perusahaan ini padahal yang punya tanah dan tempat itu adalah orang papua perlu anda ketahui bahwa Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport Indonesia sangat tergantung padanya keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992–2004. Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar. dalam kisah pembagian hasil dari PT freeport kepada indonesia Seorang Putra Papua Sony Keraf dan Freddy Numberi mendesak agar 20 % saham diberi kepada kerajaan tempatan. Sebaliknya Alwi Shihab dan Susilo Bambang Yudhoyono tidak mahu kontrak sedia yang ada itu diubah-ubah demi menagih dan mencari kepercayaan pelabur asing.
Ada sekolompok politik dan pemerintah yang ingin Freeport ini di BUMNkan atau di tarik menjadi milik negara banyak yang setuju dengan hal ini masyarakatpun di iming imingkan dengan kesejahteraan yang berlimpah ......taukah anda orang -orang seperti ini memanfaatkan situasi dan kondisi kalau mungkin freeport di nasionalisasikan.
Lebih jauh lagi. jika masalah freeport ini tidak bisa teratasi lantas ada pemerintah yang ingin menasionalisasikan Freeport ini atau dengan nama lain DI BUMNkan untuk dengan jaminan kesejahteraan masyarakat itu pemikiran yang sangat bagus yaa sangat bagus untuk memakan uang rakyat atau uang dari freeport ini, mengapa.....karena Menasionalisasi Freeport jelas tidak menyelesaikan masalah. Kita tidak tahu, akan di-oper-kan ke siapa lagi Freeport bila dinasionalisasi. Bisa jadi cuma akan berputar-putar di antara kroni-kroni politisi. Kendati nilai Freeport kecil untuk ukuran Indonesia -- tetapi angka itu cukup besar untuk membiayai politik kotor, dan merusak tatanan politik kita.
dan kita bisa liat di negara negara lain jika pemilu atau sebuah pencalonan maka politikus politikus menyerang sasaran BUMN ini layaknya si tikus mendapatkan daging segar dan minta setoran
jika Freeport ini di nasionalisasikann, maka akan terjadi. Jargon "demi kemakmuran nasional" hanyalah omong kosong. Mengapa? Karena duit Rp. 25 Trilyun (laba tahunan Freeport McMoran) kalau dibagi ke seluruh penduduk Indonesia -- masing-masing cuma akan kebagian Rp. 100 ribu setahun - atau kira-kira 300 perak per hari per orang...! Apa orang se-Indonesia bisa makmur dengan angka segitu...? Bayar pemakaian WC Umum saja nggak cukup!
(dan kalau kita ikut menghitung pendapatan dari Indonesia yang cuma sekitar 12% dari pendapatan Freeport McMoran -- silahkan anda hitung sendiri berapa laba Freeport kalau di-BUMN-kan...)
sekalipun 25 trilyun tidak cukup untuk memakmurkan rakyat Indonesia
PT Freeport menimbulkan kejahatan ekologi, tragedi kemanusiaan dan penjajahan ekonomi bangsa, kita sudah jelas melihat kerugian rakyat Indonesia khususnya Rakyat Papua yang hanya bisa melihat tanahnya di garap ...coba saja lahan tanah anda di garap di cocok tanah sedangkan ada ingin untuk bisa tinggal damai sejahtera dll ....anda hanya bisa melihat melotot kadang kadang senyum dengan kemarahan bercampur. pada bulan july 2009 terjadi kekerasan di Papua akibat ketidakadilan PT Freeport dengan rakyat Papua
selaiin dari itu pencemaran lingkungan yang terjadi di Papua akiibat aktivitas freeport ini membuat rakyat papua semakin marah Surat-surat dan dokumen-dokumen lain yang diberikan kepada New York Times oleh para pejabat pemerintah menunjukkan, Kementerian Lingkungan Hidup telah berkali-kali memperingatkan perusahaan ini sejak tahun 1997, Freeport melanggar peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Menurut perhitungan Freeport sendiri, penambangan mereka dapat menghasilkan limbah/bahan buangan sebesar kira-kira 6 miliar ton (lebih dari dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama). Kebanyakan dari limbah itu dibuang di pegunungan di sekitar lokasi pertambangan, atau ke sistem sungai-sungai yang mengalir turun ke dataran rendah basah, yang dekat dengan Taman Nasional Lorentz, sebuah hutan hujan tropis yang telah diberikan status khusus oleh PBB.tempat galian itu menggunakan tenaga 700,000 tan sehari dan menimbulkan masalah pencemaran alam sekitar. Habuk-habuk dari aktiviti perlombongan menjejaskan kawasan ketinggian 9000 kaki dan seluas 8 km persegi. Pencemaran ini masuk ke dalam Sungai Aikwa. Kawasan rendah seluas 233 km² tercemar dengan pelbagai sedimen / mendakan dan ikan di sungai musnah. Perubahan cuaca amat di kawasan ini kelihatan nyata.
Langganan:
Postingan (Atom)